55 Kata Mutiara Islami Tentang Cinta dan Pernikahan from mutiaraislam.net. Menikah juga mengajarkan seseorang untuk saling mengasihi. ”hendaklah engkau bersemangat terhadap apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada allah, dan janganlah engkau lemah.
Suamiberusaha membuat happy istrinya. Bisa dengan kata-kata positif, dapat dengan sanjungan, boleh dengan apresiasi, ucapan terimakasih, hadiah-hadiah, atau doa kebaikan langsung di hadapannya. Jangan merasa rugi bila menemani istri menyelesaikan keperluannya. Apalagi untuk kebutuhan rumah tangga.
ResepMenjadi Kaya. Pembentuk kekayaan yang penuh berkah: 1. Kejujuran, 2. Kesyukuran, 3. Kerja keras, dan 4. Kesabaran. Kiranya, kata-kata bijak tentang kesabaran dari Mario Teguh yang tertera pada kutipan di atas ada benarnya. Bahwasanya, keempat hal yang disebutkan bisa menjadi pembentuk kekayaan yang penuh berkah.
Vay Tiền Nhanh. I’tikaf menurut pengertian bahasa berasal dari kata akafa–ya’kifu–ukufan. Bila kalimat itu dikaitkan dengan kalimat “an al-amr” menjadi "akafahu an al-amr" berarti mencegah. Bila dikaitkan dengan kata "ala" menjadi "akafa ala al-amr" artinya menetapi. Pengembangan kalimat itu menjadi i’takafa-ya’takifu-i’tikafan artinya tetap tinggal pada suatu tempat. Kalimat I’takafa fi al-masjid berarti “tetap tinggal atau diam di masjid”. Menurut pengertian istilah atau terminologi, i’tikaf adalah tetap diam di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah, dzikir, bertasbih dan kegiatan terpuji lainnya serta menghindari perbuatan yang tercela. Hukum I'tikaf Hukum i’tikaf adalah sunnah, dapat dikerjakan setiap waktu yang memungkinkan terutama pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ Dari Aisyah isteri Nabi menuturkan, “Sesungguhnya Nabi melakukan i’tikaf pada sepu¬luh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i’tikaf sepeninggal beliau”. Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari 1886 dan Muslim 2006. عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَسَافَرَ سَنَةً فَلَمْ يَعْتَكِفْ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا Dari Ubay bin Ka'ab berkata, “Sesungguhnya Rasulullah beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Pernah selama satu tahun beliau tidak beri’tikaf, lalu pada tahun berikutnya beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. Hadis Hasan, riwayat Abu Dawud 2107, Ibn Majah 1760, dan Ahmad 20317. Beri’tikaf di luar bulan Ramadhan, dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَكُنْتُ أَضْرِبُ لَهُ خِبَاءً فَيُصَلِّي الصُّبْحَ ثُمَّ يَدْخُلُهُ فَاسْتَأْذَنَتْ حَفْصَةُ عَائِشَةَ أَنْ تَضْرِبَ خِبَاءً فَأَذِنَتْ لَهَا فَضَرَبَتْ خِبَاءً فَلَمَّا رَأَتْهُ زَيْنَبُ ابْنَةُ جَحْشٍ ضَرَبَتْ خِبَاءً آخَرَ فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى الْأَخْبِيَةَ فَقَالَ مَا هَذَا فَأُخْبِرَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَالْبِرَّ تُرَوْنَ بِهِنَّ فَتَرَكَ الِاعْتِكَافَ ذَلِكَ الشَّهْرَ ثُمَّ اعْتَكَفَ عَشْرًا مِنْ شَوَّالٍ Dari Aisyah berkata, “Nabi biasa beri’tikaf sepuluh hari terak¬hir dari bulan Ramadhan, kemudian aku memasang tirai untuk beliau, lalu beliau mengerjakan shalat Shubuh, kemudian beliau masuk ke dalamnya. Hafsah kemudian meminta izin pada Aisyah untuk memasang tirai, lalu Aisyah mengizinkannya, maka Haf¬sahpun memasang tirai. Waktu Zainab binti Jahsyi melihatnya, iapun memasang tirai juga. Pagi harinya Nabi menjumpai banyak tirai dipasang, lalu beliau bertanya “Apakah memasang tirai-tirai itu kamu pandang seba¬gai suatu kebaikan?”. Maka beliau meninggalkan i’tikaf pada bulan itu Ramadhan itu. Kemudian beliau beri’tikaf pada sepuluh hari dari bulan Syawal sebagai gantinya”. Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari 1892 dan Muslim 2007. Rukun dan Syarat I’tikaf Rukun i’tikaf terdiri dari 1 Niat i’tikaf, baik i’tikaf sunnah atau i’tikaf nazar. Bila seorang muslim bernazar akan melakukan i’tikaf, maka baginya wajib melaksanakan nadzar tersebut dan niatnya adalah niat i’tikaf untuk menunaikan nazarnya. 2 Berdiam diri dalam masjid, sebentar atau lama sesuai dengan keinginan orang yang beri’tikaf atau mu’takif. I’tikaf di masjid bisa dilakukan pada malam hari ataupun pada siang hari. Syarat i’tikaf terdiri dari 1 Muslim, bagi non-muslim tidak sah melakukan i’tikaf. 2 Berakal, orang yang tidak berakal tidak sah melaksanakan i’tikaf. 3 Suci dari hadats besar. Yang Membatalkan I’tikaf I’tikaf di masjid menjadi batal disebabkan oleh 1 Bercampur dengan istri, berdasarkan firman Allah وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمۡ عَٰكِفُونَ فِي ٱلۡمَسَٰجِدِۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقۡرَبُوهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ “…Dan janganlah kamu campuri mereka istrimu itu, sedang kamu beri’tikaf di masjid, itulah ketuntuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa”. QS. al-Baqarah, 2187. 2 Keluar dari masjid tanpa uzur atau halangan yang dibolehkan syariat. Tetapi bila keluar dari masjid karena ada uzur, misalnya buang hajat atau buang air kecil dan yang serupa dengan itu, tidak membatalkan i’tikaf. Diperbolehkan keluar dari masjid, karena mengantarkan keluarga ke rumah, atau untuk mengambil makanan di luar masjid, bila tidak ada yang mengantarkannya. Aisyah meriwayatkan عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اعْتَكَفَ يُدْنِي إِلَيَّ رَأْسَهُ فَأُرَجِّلُهُ وَكَانَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ Dari Aisyah menuturkan, “Nabi apabila beri’tikaf, beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, lalu aku sisir rambutnya, dan beliau tidak masuk rumah kecuali untuk keperluan hajat manusia buang air besar atau buang air kecil”. Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari 1889 dan Muslim 445. Dr KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah PBNU
Itikaf merupakan salah satu ibadah yang istimewa. Terlebih pada 10 hari terakhir Ramadhan. Apa pengertian i’tikaf, bagaimana cara, niat, waktu, keutamaan dan syaratnya? Berikut ini pembahasannya. Pengertian ItikafHukum I’tikafNiat ItikafKeutamaan Itikaf1. Setiap saat mendapat pahala2. Sunnah Rasul3. Dapat lailatul qadarWaktu ItikafTempat ItikafSyarat dan RukunAgar Mendapat Pahala I’tikaf di RumahYang Membatalkan Itikaf I’tikaf إعتكاف berasal dari kata akafa عكف yang berarti al habsu الحبس yaitu mengurung diri atau menetap. Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah, pengertian i’tikaf secara bahasa adalah berada di suatu tempat dan mengikat diri kepadanya. Sedangkan menurut Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu, pengertian i’tikaf secara bahasa adalah berdiam dan bertaut pada sesuatu, baik maupun buruk secara terus menerus. Penggunaan kata tersebut untuk sesuatu yang buruk misalnya kita dapati dalam Surat Al A’raf ayat 138. Secara istilah, pengertian itikaf adalah berdiam diri dan menetap di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ …Dan janganlah kalian mencampuri mereka istri dalam kondisi kalian sedang melakukan i’tikaf di masjid… QS. Al Baqarah 187 Hukum I’tikaf Sayyid Sabiq menjelaskan, i’tikaf ada dua macam. Yaitu wajib dan sunnah. Itikaf wajib adalah i’tikaf karena nadzar. Misalnya ia mengatakan, “Jika aku sembuh dari penyakit ini, aku bernadzar akan beri’tikaf selama tiga hari.” Maka beri’tikaf tiga hari itu menjadi wajib baginya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ “Barangsiapa yang telah bernazar akan melakukan suatu kebaikan pada Allah, hendaklah dipenuhi nazar itu.” HR. Bukhari Bahkan meskipun nadzarnya itu terjadi pada masa jahiliyah. Umar bin Khattab radhiyallahu anhu pernah mengalaminya. أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ كُنْتُ نَذَرْتُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، قَالَ فَأَوْفِ بِنَذْرِكَ Umar bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, dulu aku di masa jahiliyah pernah bernadzar untuk beritikaf satu malam di masjidil haram.” Rasulullah lantas bersabda, “Maka penuhilah nadzarmu itu.” HR. Bukhari Itikaf sunnah adalah itikaf secara suka rela untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk beri’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan adalah termasuk yang sunnah ini. Namun hukumnya sunnah muakkadah, yakni sunnah yang sangat dianjurkan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan itikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan ini. عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ Dari Aisyah radhiyallahu anha, istri Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa i’tikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan hingga beliau diwafatkan Allah. Kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudah beliau wafat.” HR. Bukhari Baca juga Sholat Tahajud Niat Itikaf Itikaf harus disertai niat. Niat itulah yang membedakan seseorang beri’tikaf atau tidak, meskipun sama-sama berada di masjid. Para ulama sepakat bahwa tempat niat adalah di dalam hati. Sehingga tidak harus melafadzkan niat. Namun Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan, jumhur ulama selain mazhab Maliki berpendapat melafadzkan niat hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati menghadirkan niat. Sedangkan menurut mazhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafadzkan niat karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bagi yang melafadzkan niat, berikut ini adalah lafadz niat itikaf نَوَيْتُ الْإِعْتِكَافَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى Nawaitul i’tikaafa sunnatal lillaahi ta’aalaa Artinya Aku berniat itikaf, sunnah karena Allah Ta’ala Sedangkan untuk i’tikaf wajib tersebab nadzar, lafadz niat itikaf sebagai berikut نَوَيْتُ الْإِعْتِكَافَ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى Nawaitul i’tikaafa fardlol lillaahi ta’aalaa Artinya Aku berniat itikaf, fardlu karena Allah Ta’ala Baca juga Shalat Istikharah Keutamaan Itikaf Keutamaan itikaf antara lain adalah sebagai berikut 1. Setiap saat mendapat pahala Tujuannya di masjid dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Saat terjaga, ia mengisi waktunya dengan shalat, tilawah, dzikir, berdoa, bermunajat, tadabbur, tafakkur atau mengkaji ilmu. Bahkan dalam kondisi tidur pun, orang yang beritikaf mendapatkan pahala yang besarnya tidak bisa didapatkan oleh orang yang tidur di rumahnya. Sebab tidurnya itu termasuk rangkaian i’tikaf. 2. Sunnah Rasul Itikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan adalah sunnah Rasulullah. Beliau tidak pernah meninggalkannya. Bahkan di Ramadhan terakhir sebelum wafat, Rasulullah beri’tikaf selama 20 hari. Demikian pula istri beliau dan para sahabat Nabi. Mereka beritikaf 10 hari terakhir Ramadhan ini. Bahkan sepeninggal Rasulullah, istri-istri beliau juga beritikaf 10 hari terakhir Ramadhan. Sebagaimana hadits di atas. 3. Dapat lailatul qadar Orang yang itikaf 10 hari terakhir Ramadhan, insya Allah ia akan mendapatkan lailatul qadar. Bagaimana tidak, menurut hadits-hadits shahih, lailatul qadar turun pada malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Bukankah saat itu orang yang beritikaf sedang beribadah kepada Allah? Bahkan seandainya orang yang beritikaf itu sedang tidur dan hanya bangun sebentar pada malam lailatul qadar, insya Allah ia tetap mendapat lailatul qadar karena tidurnya merupakan rangkaian itikaf dan berpahala. Waktu Itikaf Itikaf wajib harus dilakukan sesuai dengan kewajibannya. Jika ia bernadzar beritikaf semalam, maka waktu itikafnya adalah semalam. Jika ia bernadzar beriktikaf tiga hari tiga malam, maka waktu itikaf baginya adalah tiga hari tiga malam. Itikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan hanya berlaku pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Yakni mulai ketika matahari terbenam pada malam ke-21 atau ke-20 jika Ramadhannya 29 hari sampai habisnya Ramadhan, yakni saat matahari terbenam malam hari raya Idul Fitri. Lebih afdhal utama jika ia meneruskan hingga shalat idul fitri dan baru meninggalkan masjid setelah shalat idul fitri. Adapun waktu itikaf sunnah yang suka rela, ia tidak dibatasi. Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali, meskipun waktunya singkat, seseorang yang berdiam diri di masjid dengan niat itikaf maka itu termasuk itikaf. Namun menurut mazhab Maliki, waktu beritikaf minimal adalah sehari semalam. Menurut mazhab Syafi’i, waktu itikaf minimal adalah bisa disebut menetap atau berdiam diri di masjid. Yaitu lebih panjang dari ukuran waktu tuma’ninah saat ruku’ atau sujud. Jadi menurut mazhab Syafii, Hanafi dan Hanbali, seseorang yang itikaf satu jam atau bahkan hanya setengah jam pun boleh. Sehingga bagi yang tidak bisa beritikaf penuh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, ia bisa beritikaf sebagiannya. Misalnya datang ke masjid menjelang shalat isya’ dan beritikaf sampai Subuh. Atau bahkan datang ke masjid beberapa jam sebelum shalat Subuh dan beritikaf sampai Subuh atau pagi hari. Tempat Itikaf Seluruh ulama sepakat bahwa tempat itikaf adalah di masjid. Sehingga tidak boleh beritikaf di mushala di dalam rumahnya sendiri, kecuali wanita menurut mazhab Hanafi. Yang menjadi perbedaan pendapat adalah, masjid mana yang boleh menjadi tempat itikaf. Menurut mazhab Hanafi dan Hambali, tempat i’tikaf adalah masjid jamaah. Yaitu masjid yang di dalamnya didirikan shalat berjamaah. Menurut mazhab Maliki, tempat i’tikaf adalah semua masjid. Tidak boleh beri’tikaf di masjid rumah yang tertutup untuk orang umum. Demikian pula menurut mazhab Syafi’i, tempat itikaf adalah seluruh masjid. Dan lebih utama masjid jami’, yaitu masjid yang dipakai untuk Sholat Jumat. Namun dalam kondisi pandemi, jika suatu daerah tingkat penyebaran wabah covid-19 masih tinggi sehingga masjid tidak menyelenggarakan i’tikaf, boleh melakukan i’tikaf di mushala rumah. Sebagaimana pendapat Madzhab Hanafi yang membolehkan wanita i’tikaf di mushala rumahnya dan pendapat sebagian kalangan Maliki dan Syafi’i yang membolehkan i’tikaf di mushala rumah sebagaimana dijelaskan dalam Syarh az Zurqani alal Muwaththa’. Meskipun dalam kondisi normal, pendapat itu merupakan pendapat yang lemah. مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ أَمْرَيْنِ قَطُّ إِلاَّ أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا ، مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا ، فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ Tidaklah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dihadapkan pada dua pilihan melainkan beliau akan memilih paling ringan di antara keduanya, selama itu tidak berdosa. Jika itu berdosa, maka beliau adalah manusia yang paling menjauh darinya. HR. Bukhari Syarat dan Rukun Untuk sahnya i’tikaf disyaratkan hal-hal sebagai berikut Islam. I’tikaf tidak sah jika dilakukan oleh orang kafir. Berakal sehat atau tamyiz. I’tikaf orang gila hukumnya tidak sah. Itikaf anak kecil yang belum mumayyiz juga tidak sah. Bertempat di masjid. Tidak sah itikaf di rumah. Kecuali menurut mazhab Hanafi yang membolehkan wanita beri’tikaf di mushala rumahnya. Suci dari hadats besar. I’tikaf orang yang sedang junub, haid atau nifas tidak sah. Bahkan mereka dilarang berada di dalam masjid. Izin suami bagi istri. Menurut mazhab Hanafi, Syafii dan Hambali, seorang istri tidak sah beri’tikaf tanpa izin dari suaminya. Rukun i’tikaf hanya ada dua. Yakni niat itikaf dan tinggal berdiam diri di masjid. Jika tidak berniat beri’tikaf, maka meskipun ia berada di masjid, keberadaannya bukanlah i’tikaf. Demikian pula sebaliknya. Seseorang yang berniat beri’tikaf tapi ia tidak berada di masjid, maka itu bukan i’tikaf. Ibnu Jazi Al Maliki mengatakan, seseorang yang sedang beri’tikaf harus menyibukkan diri dengan ibadah sebisa mungkin, siang dan malam. Berupa sholat, dzikir, tilawah dan ibadah-ibadah lainnya. Baca juga Kiat agar Sholat Khusyu’ Agar Mendapat Pahala I’tikaf di Rumah Agar mendapat pahala i’tikaf di rumah, berikut ini hal yang harus diperhatikan sebagaimana kami kutip dari Bayan Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera PKS Ramadhan 1441 H Memasang niat i’tikaf sebagaimana tahun-tahun sebelumnya Membuat atau menetapkan satu lokasi khusus di dalam rumah sebagai tempat untuk melakukan ibadah sampai akhir Ramadhan mushala Mengisi waktu di tempat tersebut terutama di sepuluh hari terakhir Ramadhan dengan memperbanyak sholat, tilawah, dzikir, doa dan munajat. Perbanyak pula membaca doa lailatul qadar pada malam hari ketika i’tikaf. Yang Membatalkan Itikaf Ada 5 hal yang membatalkan itikaf, yaitu Murtad. Sengaja keluar dari masjid tempat i’tikaf walaupun sebentar, tanpa adanya udzur syar’i. Hilang akal karena gila atau mabuk. Datangnya haid atau nifas. Jima’ meskipun karena lupa atau dipaksa. Keluar mani baik karena mimpi atau disengaja. Melakukan dosa besar. Demikian pembahasan mengenai itikaf. Mulai dari pengertian, hukum, niat, keutamaan, waktu, tempat, syarat, rukun dan hal-hal yang membatalkannya. Wallaahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]
Fiqih Tuntunan Itikaf di Bulan Ramadhan FIQH RINGKAS TERKAIT I'TIKAF 10 HARI TERAKHIR RAMADHAN Pada sepuluh hari terakhir dibulan Ramadhan Rasulullah ﷺ lebih bersungguh-sungguh dan memperbanyak dalam beribadah dan beramal. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah radiyallahu anha menuturkan, يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَيَجْتَهِدُ فِى غَيْرِه“Bahwasannya Nabi ﷺ bersungguh-sungguh beribadah dan beramal –ed pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan yang tidak seperti bersunguh-sungguh dihari lainnya.” HR. Muslim Dan dalam hadits yang lain Aisyah radiyallahu anhu menuturkan, إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ“Nabi ﷺ apabila masuk sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan –ed mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan istrinya” HR. Bukhari dan Muslim Diantara bentuk untuk mengisi sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan adalah dengan melaksankan i’tikaf. ________________________________ DEFINISI DAN HUKUM I'TIKAF I’tikaf adalah Menetapnya seorang muslim yang mumayyiz di Masjid dalam rangka untuk melaksanakan keta'atan kepada Allah Ta'ala. Hukumnya sunnah, hal ini berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي المَسَاجِدِ“tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” Al-Baqarah ayat 187 Dari Aisyah Radhiyallaahu 'anha menuturkan “Bahwa Nabi ﷺ senantiasa beri’tikaf pada sepuluh terakhir dibulan Ramadhan sampai Allah mewafatkannya. Kemudian ber’itikaf istri-istri beliau setelahnya.” HR. Bukhari dan Muslim ________________________________ SYARAT-SYARAT I'TIKAF ⑴ Muslim yang mumayyiz dan berakal. Tidak sah i’tikaf dari seorang kafir, orang gila dan anak kecil. ⑵ Niat niat beri’tikaf dalam rangka beribadah kepada Allah Ta’alaa. Rasulullah ﷺ bersabda إنما الأعمال بالنيات “Sesungguhnya segala amalan tergantung dari niatnya.” HR. Bukhari dan Muslim ⑶ I’tikaf dilaksanakan di Masjid. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman, وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي المَسَاجِدِ “Sedang kamu beri’tikaf dalam Masjid.” Al-Baqarah 187 ⑷ Masjid yang digunakan untuk i’tikaf adalah yang biasa dipakai shalat jama’ah. ⑸ Bersih dari hadats akbar besar. Tidak sah i’tikaf dalam keadaan junub, haid dan nifas. ________________________________ PEMBATAL I'TIKAF ➊ Keluar Masjid dengan sengaja tanpa adanya hajat kebutuhan. ➋Jima’ berhubungan suami istri walau seandainya dilakukan pada malam hari. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي المَسَاجِدِ “ tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam Masjid.” Al-Baqarah 187 ➌Hilangnya akal. Rusaknya i’tikaf dengan gila dan mabuk. ➍Haidh dan nifas ➎Murtad Allah Subhaanahu wata’ala berfirman لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ “Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu.” Az-Zumar 65 ________________________________ KAPAN MULAI I'TIKAF? Barangsiapa yang berniat i’tikaf di sepuluh terakhir di bulan Ramadhan, maka dia masuk pada malam ke 21 Ramadhan. Sesaat setelah terbenam matahari pada hari ke 20. Ia mulai beri’tikaf pada malam itu. Dan keluar dari i’tikaf setelah terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan. Insya Allah inilah pendapat yang terpilih. ________________________________ YANG DISUNNAHKAN KETIKA I'TIKAF Memperbanyak ibadah kepada Allah dengan shalat, dzikir, membaca AL-Qur’an, berdo'a , memohon ampun dan bertaubat kepada-Nya serta ibadah-ibadah lainnya. ________________________________ YANG DIBOLEHKAN KETIKA I'TIKAF Dibolehkan untuk keluar dari Masjid untuk berwudhu, atau untuk buang hajat. Bagi orang yang beri’tikaf boleh untuk makan dan minum disertai dengan menjaga kebersihan Masjid. Wallahu a’lam bish shawwab. ________________________________ Sumber Kitab Fiqih Muyassar Fii Dhou`il Kitab Wassunnah. Alih Bahasa Al-Ustadz 'Abdullah Al-Jakarty -hafidzahullah- ______________ مجموعـــــة توزيع الفـــــوائد WA Forum Berbagi Faidah [FBF]
kata mutiara tentang i tikaf